Source: Financialmu Illustration
Senin, 19 Mei 2025. Pada kuartal pertama tahun 2025, kondisi ekonomi Indonesia menunjukkan adanya perlambatan pada sektor konsumsi rumah tangga serta peningkatan risiko gagal bayar di kalangan masyarakat. Data terkini dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan berbagai sumber terpercaya memberikan gambaran yang jelas mengenai situasi tersebut.
Menurut data BPS, konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,89% year-on-year (YoY) pada kuartal I 2025. Pertumbuhan ini sedikit melambat dibandingkan kuartal I 2024 yang mencapai 4,91% dan kuartal IV 2024 yang mencapai 4,98%. Perlambatan ini terjadi meskipun adanya momentum Ramadan dan Lebaran yang biasanya mendorong konsumsi masyarakat.
Konsumsi rumah tangga tetap menjadi penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dengan kontribusi mencapai 54,53%. Subkomponen konsumsi yang mencatat pertumbuhan tertinggi adalah:
Transportasi dan Komunikasi: tumbuh 6,18% YoY
Restoran dan Hotel: tumbuh 6,06% YoY
Makanan dan Minuman (selain restoran): tumbuh 4,05% YoY
Namun, konsumsi pakaian dan alas kaki mengalami perlambatan, hanya tumbuh 3,48% YoY. Ini mengindikasikan adanya perubahan prioritas pengeluaran masyarakat, yang lebih memilih kebutuhan pokok dan transportasi dibandingkan barang-barang konsumsi sekunder.
Pada periode yang sama, tren gagal bayar individu menunjukkan peningkatan signifikan, terutama pada produk Buy Now Pay Later (BNPL) dan pinjaman daring (fintech lending).
1. Kredit Macet BNPL
Data per Oktober 2024 menunjukkan bahwa total kredit macet pada produk BNPL mencapai Rp723,1 miliar, setara dengan 2,14% dari total portofolio BNPL sebesar Rp33,84 triliun.
Kelompok usia 30–40 tahun menyumbang 35,65% dari total kredit macet BNPL, menunjukkan bahwa segmen usia produktif yang seharusnya memiliki daya bayar tinggi justru mengalami kesulitan finansial.
2. Kredit Macet Pinjaman Daring (Fintech Lending)
Pada Desember 2024, total kredit macet di industri pinjaman daring mencapai Rp2,01 triliun, dengan 74,74% berasal dari peminjam individu.
Kelompok usia 19–34 tahun menyumbang 52,01% dari total kredit macet, sedangkan usia 35–54 tahun menyumbang 41,49%. Data ini menunjukkan bahwa kelompok usia muda yang umumnya lebih impulsif dalam berbelanja secara kredit menjadi kontributor utama peningkatan risiko gagal bayar.
3. Kontrak PayLater Bermasalah
Per Juli 2024, terdapat sekitar 1,5 juta kontrak paylater yang dinyatakan bermasalah, setara dengan 1,80% dari total kontrak BNPL. Kondisi ini mengindikasikan bahwa semakin banyak masyarakat yang mulai kesulitan melunasi tagihan paylater, terutama di tengah meningkatnya biaya hidup dan kebutuhan konsumsi lainnya.
Perlambatan konsumsi rumah tangga di kuartal I 2025, meskipun masih mencatat pertumbuhan positif, menjadi sinyal bahwa masyarakat mulai mengerem pengeluaran akibat meningkatnya beban utang. Peningkatan gagal bayar pada produk BNPL dan pinjaman daring semakin mempertegas bahwa tekanan finansial sudah mulai terasa, terutama di kalangan usia produktif.
Jika tidak ditangani secara serius, peningkatan gagal bayar individu dapat berdampak pada penurunan kualitas aset keuangan perusahaan penyedia pinjaman dan layanan BNPL. Dalam jangka panjang, kondisi ini berpotensi menimbulkan efek domino terhadap perekonomian nasional, terutama jika jumlah kontrak paylater bermasalah terus meningkat.
Disclaimer: Artikel ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Finansialmu tidak bertanggung jawab atas segala konsekuensi dari keputusan investasi yang diambil.