Source: Financialmu Illustration
16 Mei 2025. Sejak awal 2025, sektor startup digital Indonesia menunjukkan gejolak yang semakin terasa, terutama di antara perusahaan-perusahaan besar seperti Bukalapak, Tokopedia, dan Gojek. Ketiga perusahaan ini menghadapi tekanan yang berbeda namun saling terkait, terutama dalam upaya mereka untuk mempertahankan pangsa pasar di tengah persaingan yang semakin ketat.
Bukalapak, yang pada awalnya berhasil membangun reputasi sebagai marketplace berbasis pelapak kecil, kini mengalami penurunan drastis. Pada Januari 2025, perusahaan ini secara resmi mengumumkan penutupan layanan produk fisiknya dan hanya berfokus pada produk virtual seperti pulsa dan voucher digital. Langkah ini mencerminkan ketidakmampuan Bukalapak untuk bersaing dengan dominasi Shopee dan TikTok Shop yang semakin agresif dalam mengeksekusi strategi pemasaran dan diskon besar-besaran. Selain itu, tekanan finansial yang meningkat akibat kerugian selama beberapa tahun terakhir membuat Bukalapak tidak mampu mempertahankan model bisnisnya yang berbasis komisi rendah.
Sementara itu, Tokopedia, sebagai bagian dari ekosistem GoTo, tidak terlepas dari masalah efisiensi dan ketergantungan pada sektor e-commerce yang semakin padat pemain. Pada Juni 2024, Tokopedia melakukan pengurangan tenaga kerja sebanyak 70 karyawan sebagai upaya efisiensi biaya. Meski pada akhir 2023 menerima suntikan dana sebesar $1,5 miliar dari TikTok, tekanan untuk mencapai profitabilitas tetap menjadi tantangan besar. Dalam lanskap di mana Shopee dan TikTok Shop terus memperluas pangsa pasar dengan penetrasi produk murah, Tokopedia harus berhadapan dengan situasi sulit untuk menjaga relevansinya.
Gojek, yang sempat menjadi simbol kebangkitan startup Indonesia, kini mulai mengalami penurunan tajam dalam diversifikasi layanan. Setelah menutup beberapa layanan seperti GoLife dan GoFood Festival sejak 2020, Gojek kini lebih berfokus pada bisnis transportasi dan pengiriman makanan. Namun, sektor ini juga semakin padat dengan pemain regional seperti Grab, yang terus memperluas dominasinya di Asia Tenggara. Meski Gojek masih memiliki basis pengguna yang kuat di Indonesia, tantangan untuk mencapai profitabilitas tetap menjadi agenda utama perusahaan.
Di tengah dinamika tersebut, rencana merger antara GoTo dan Grab yang akan rampung pada kuartal II 2025 menjadi langkah strategis untuk menciptakan entitas dominan di kawasan Asia Tenggara. Merger ini diperkirakan akan memperkuat posisi GoTo dan Grab di sektor transportasi, pengiriman makanan, dan layanan digital lainnya dengan pangsa pasar gabungan mencapai 90% di Indonesia. Namun, langkah ini tidak lepas dari pengawasan ketat otoritas antimonopoli di kawasan tersebut. Konsolidasi pasar yang berlebihan dapat menciptakan monopoli yang mengancam keberlangsungan pemain-pemain kecil lainnya.
Merger GoTo dan Grab diharapkan mampu mengurangi pembakaran modal yang selama ini menjadi beban utama perusahaan teknologi di Asia Tenggara. Dengan menggabungkan kekuatan logistik dan ekosistem digital, kedua perusahaan dapat lebih fokus pada efisiensi operasional dan langkah-langkah menuju profitabilitas. Namun, jika proses integrasi tidak berjalan mulus atau jika regulator menilai merger ini berpotensi menciptakan praktik monopoli, maka risiko baru akan muncul, baik bagi konsumen, pelaku usaha, maupun investor.
Dengan demikian, kegagalan Bukalapak, tantangan efisiensi Tokopedia, dan stagnasi layanan Gojek menjadi sinyal kuat bahwa startup digital Indonesia tengah memasuki fase seleksi alam. Perusahaan yang mampu bertahan adalah mereka yang dapat beradaptasi dengan cepat, mempertahankan arus kas positif, dan fokus pada profitabilitas tanpa terlalu bergantung pada pembakaran modal.
Bagaimana selanjutnya terkait strategi GoTo dan Grab dalam menghadapi dinamika pasar digital Indonesia ke depan? Apakah merger ini akan menjadi solusi atau justru menciptakan masalah baru?
Disclaimer: Artikel ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Finansialmu tidak bertanggung jawab atas segala konsekuensi dari keputusan investasi yang diambil.