Source: Financialmu Illustration
Pada 3 Maret 2025, PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia resmi mengumumkan bahwa terdapat pendanaan gagal bayar yang bersifat material dari enam Penerima Dana beserta afiliasinya dengan total outstanding mencapai Rp178.273.302.754. Enam entitas tersebut meliputi PT PDB, PT EFI, PT PPD, PT CPM, PT ABA, dan PT IBW. Masing-masing bergerak di bidang konstruksi, pemasok alat pertahanan, hingga manufaktur furniture.
Akseleran menyebutkan bahwa beberapa entitas mengalami keterlambatan pembayaran dari pemberi kerja, namun terdapat pula dugaan fraud, khususnya pada PT PPD dan PT CPM, yang saat ini diklaim telah memasuki tahap pelaporan ke pihak berwajib.
Dalam surat resminya, Akseleran mengakui adanya praktik refinancing berulang yang dilakukan untuk membayar pokok dan bunga dari pendanaan-pendanaan sebelumnya. Praktik ini dilakukan atas inisiatif Direktur Utama, dengan diketahui Chief Risk Officer, tanpa melibatkan Direktur Keuangan, Direktur Legal & Compliance, maupun Komisaris.
Langkah tersebut dianggap sebagai “strategi pemulihan”, namun gagal membuahkan hasil. Alih-alih pulih, pendanaan justru menjadi gagal bayar bersamaan, menciptakan risiko sistemik yang kini mulai dirasakan para lender.
Meski Akseleran mengklaim telah melindungi pendanaan dengan asuransi kredit hingga 75–99%, nyatanya kapasitas pertanggungan tidak mencukupi akibat nilai gagal bayar yang sangat besar dan terjadi serempak. Ini menjadi peringatan bahwa mekanisme perlindungan risiko yang selama ini dijanjikan tidak cukup kuat saat krisis datang.
Yang paling disoroti oleh tim Finansialmu adalah kurangnya transparansi dari pihak Akseleran kepada publik dan lender. Hingga kini, tidak ada notifikasi masif atau komunikasi terbuka yang diberikan kepada lender-lender ritel, terutama yang terlibat dalam pendanaan enam perusahaan tersebut.
Pernyataan resmi ini justru baru dikeluarkan setelah semua terjadi dan bersamaan dengan jatuh temponya gagal bayar. Akseleran dinilai terkesan menutup-nutupi eskalasi masalah agar tidak ter-blow up secara nasional. Padahal, tindakan seperti ini berpotensi semakin merusak kepercayaan publik terhadap ekosistem fintech lending.
Kondisi ini mengingatkan kita pada rangkaian masalah serupa di platform lain seperti Coinworks dan Investree, yang mengalami lonjakan NPL (Non-Performing Loan), keterlambatan pencairan, hingga krisis likuiditas akibat lemahnya manajemen risiko dan transparansi. Pertanyaannya kini:
Apakah kasus seperti itu akan kembali terulang di Akseleran? Atau bahkan menyebar ke platform lain?
Kami di Finansialmu menyerukan kepada:
Akseleran untuk segera membuka kanal komunikasi yang lebih proaktif dan transparan.
OJK untuk memperketat pengawasan dan investigasi independen.
Dan lender ritel untuk lebih waspada, memahami profil risiko, serta tidak hanya mengandalkan status “terdaftar dan berizin”.
Saat ini, sektor P2P lending berada di titik krusial. Jika kepercayaan investor ritel kembali dirusak oleh lemahnya manajemen dan governance, maka krisis kepercayaan akan meluas, meruntuhkan potensi inklusi keuangan yang telah dibangun selama bertahun-tahun.
Disclaimer: Artikel ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pembaca. Finansialmu tidak bertanggung jawab atas segala konsekuensi dari keputusan investasi yang diambil.